Setelah mempelajari modul 2.2 tentang Modul Pembelajaran Sosial Emosional, minggu ini masuk modul 2.3 tentang Coaching untuk supervise Akademik. Modul 2.3. Couching Untuk Supervisi Akademik, materi yang benar-benar baru dan luar biasa bagi guru seperti saya. Awalnya saya berpikir, supervisi akademik hanya akan diperoleh ketika suatu saat saya menjadi seorang pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan. Saya pikir supervisi akademik adalah sebuah kegiatan penilaian yang terlihat sangat menakutkan bagi guru yang akan disupervisi, dan supervisor adalah seorang tim penilaian yang patut diwaspadai, ditakuti atas penilaian, dan tanggapannya atau kritikannya terhadap kinerja guru selama ini. Itulah anggapan dan pemikiran saya sebelum mendapat kesempatan belajar materi ini.
Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media
yang mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang
telah saya dilakukan. Model refleksi yang saya pakai adalah Model 1: 4F (Facts,
Feelings, Findings, Future) Kali ini saya akan coba merefleksi pembelajaran dan
aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan di Learning Management System
(LMS). Kegiatan dimulai dari modul 2.3.a.3 sampai post tes modul 2
1. Facts (Peristiwa)
Di minggu ini ada
beberapa aktivitas pembelajaran yaitu diawali mulai dari 2.3.a.3 mulai dari
diri sendiri, ,kemudian masuk ke eksplorasi konsep, modul 2,3,a,4,1 yang
membahas tentang coaching, perbedaan antara metode pengembangan diri coaching,
mentoring, konseling, fasilitasi dan training, konsep coaching secara umum,
bagaimana coaching dilakukan dalam konteks pendidikan, paradigma coaching
dilihat dari system Among yang merupakan konsep dari Ki Hajar Dewantara,
selanjutnya masuk ke modul 2.3.a.4.2 tentang eksplorasi paradigma berpikir
coaching dan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk
pengembangan kompetensi, juga mengaitkan antara paradigma berpikir dan
prinsip-prinsip coaching dengan supervise akademik, selain itu disana juga
dijabarkan perbedaan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi
dalam rangka memberdayakan rekan sejawat, dibantu dengan video percakapan
coaching yang membantu saya memahami tentang bagaimana seharusnya menjadi
seorang coach yang baik. Selanjutnya di modul 2.3.a.4.3 di Bahas tentang
kompetensi inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan coaching , disini
dipelajari alur coaching mulai dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan
Tanggung jawab yang diakronimkan menjadi TIRTA, diharapkan akan seperti air
yang mana komunikasi bisa mengalir, disini juga dibahas tentang inti coaching
yaitu presence kehadiran penuh yang terlihat pada coach, dengan memberikan
perhatian penuh akan apa yang disampaikan oleh coachee, menjadi seorang
pendengar aktif dengan sesekali memberikan tanggapan atas apa yang sedang
dibicarakan oleh coachee, dan dibahas tentang keterampilan membuat pertanyaan
berbobot dalam percakapan coaching, selain itu, modul ini juga membahas tentang
jalannya percakapan coaching untuk membuat rencana aksi, coaching untuk
melakukan refleksi, coaching untuk memecahkan masalah dan coaching melakukan
kalibrasi, selanjutnya di forum diskusi eksplorasi kami saling melakukan
pemantapanpemahaman dengan berdiskusi antar CGP. Pada modul 2.3.a.5 yaitu ruang
kolaborasi saya berpasangan dengan Bu Atiek melakukakn sebuah percakapan
coaching untuk benar-benar memberikan pengalaman coaching secara nyata dengan
teman sesame CGP, dan hasil percakapan divideokan dan diunggah sebagai salah
satu tagihan dari LMS, kemudian pada modul 2.3.a.6 demonstrasi kontekstual,
kami dikelompokkan untuk membuat video
percakapan dengan 1 CGP menjadi observer, 1 CGP lain menjadi coach, dan 1 CGP
lainnya menjadi Coachee, kami melakukan secara bergiliran, kegiatan ini bertujuan
menambah pemahaman kami tentang bagaimana seharusnya menjadi akademik yang
dilakukan dengan teman sejawat. Kegiatan Pada modul 2.3 ini diakhiri dengan
Post Test di modul 2.
2. Feelings (Perasaan)
Saya antusias dan
sangat semangat mengikuti aktivitas pembelajaran tentang coaching ini. Pada
modul 2.3. ini, Saya menjadi begitu penasaran di awalnya bagaimana menjadi
coach yang baik, dan kemudian merasa senang sekali karena semuanya terjawab di
modul ini ditambah dengan beberapa praktik langsung bersama para CGP membuat
pemahaman baik tentang modul 2. Dari hasil praktik saya merasa masih banyak
kekurangan sehingga merasa bersemangat untuk belajar lagi dan berusaha memahami
tentang coaching, bagaimana membuat pertanyaan berbobot, dan bagaimana bersikap
sebagai coach yang baik.
3. Findings
(Pembelajaran)
Modul 2.3. memberi saya
banyak pengetahuan dan pembelajaran yang banyak tentang bagaimana menjadi
coaching yang baik dan bagaimana melakukan supervise akademik yang baik yang
dapat membantu pengembangan diri rekan sejawat, ada fase ini saya diajak untuk
meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di Modul 2:yang pernah saya
dapati mulai dari konsep Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pembelajaran,
tentang peran dan nilai guru penggerak, tentang pembelajaran berdiferensiasi
yang berkaitan juga dengan Pembelajaran Sosial dan Emosional yang semuanya
berkaitan dengan coaching dan supervise akademik, di modul ini juga saya
mencoba merancang sebuah aksi nyata supervisi akademik terhadap rekan sejawat,
untuk membantunya mengembangkan kemampuan diri rekan sejawat.
4. Future (Penerapan)
Banyak permasalahan di
lapangan yang terkait dengan potensi para murid dan mungkin rekan sejawat yang
saya temui dilapangan sebagai seorang guru. permasalahan tersebut seringkali
menjadi salah satu penghambat kemajuan seseorang dalam mencapai tujuannya,
bahkan mereka bisa saja tidak sadar akan kemampuan dan kekuatan yang mereka
miliki untuk menyelesaikan permasalahannya. Oleh karena itu, coaching sangat
perlu dilakukan untuk bisa membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Selanjutnya saya berharap praktik baik ini bisa dilakukan juga oleh rekan
sejawat lainnya. Sehingga semua mampu menjadi coach yang baik bagi muridnya dan
orang lain.
Setelah mempelajari
materi coaching ini, ternyata mampu meluruskan paradigma saya tentang bagaimana
kita harusnya memandang dan memperlakukan murid dan orang lain saat kita
memposisikan diri sebagai coach, bagaimana seharusnya menempatkan diri dalam
proses menuntun murid atau membantu rekan-rekan kita atau orang lain. Dan lebih
khusus lagi, bagaimana sebuah supervisi dapat berubah dari suasana menakutkan
menjadi menyenangkan, dari sebuah penilaian kinerja menjadi sebuah sharing dan
diskusi pengalaman dalam melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan
pada akhirnya menjadi sebuah refleksi bermakna yang dapat dijadikan sebagai
tolak ukur atau pijakan bagi guru dalam melakukan pengembangan kinerja.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar