Merdeka Belajar atau
Belajar Merdeka ?
Merdeka
Belajar menjadi salah satu program inisiatif Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mas Nadiem Makarim yang
ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia. dan suasana yang happy.
Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta orang tua
bisa mendapat suasana yang bahagia. “Merdeka belajar itu bahwa proses
pendidikan harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Bahagia
buat siapa? Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orang
tua, dan bahagia untuk semua orang”
Program merdeka belajar ini dilahirkan dari banyaknya keluhan di
sistem pendidikan. Salah satunya keluhan soal banyaknya peserta didik yang
dipatok oleh nilai-nilai tertentu. “Merdeka belajar adalah kemerdekaan
berpikir, terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dahulu.
Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di peserta didik.”
Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki keistimewaan yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Disinilah kita sebagai pendidik harus
mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan agar proses belajar anak
benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas pilihannya. Diperlukan
waktu yang cukup serta kesabaran dalam memfasilitasi, agar anak mampu untuk
mengenali potensinya. Karena bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki
minat dan mau berlatih untuk mengasah keterampilannya. Dalam mengawali proses
belajar, pendidik juga perlu memiliki kemampuan mendengar yang baik. Tidak
hanya sekedar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak atas kehendak
pendidik.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan
dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. Kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah subjek, bukan
objek, Mereka harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri
dalam belajar. Hal yang sangat penting bagi pembelajaran yang memerdekakan itu
dimana kontrol belajar dipegang oleh diri siswa sendiri, bukan orang lain.
Sebaliknya, praktek pembelajaran yang tidak memerdekakan selama ini tampak
dimana si belajar dihadapkan dan ditetapkan pada aturan yang jelas dan ketat.
Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin, bahkan kegagalan
atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum sehingga ada kesan “Sekolah tempat menuntut
ilmu lebih kejam ketimbang penjara”, demikian Bernard Shaw sebagaimana dikutip
dari Naomi (1999) dalam buku “Menggugat Pendidikan”,
maka tidak heran jika guru memberikan informasi bahwa akan ada kegiatan guru
rapat atau besok kita libur, suara gemuruh menyambut kesenangan itu luar biasa,
seolah-olah anak terbebas dari belenggu dan beban belajar, ini yang perlu kita
renungkan…?
Strategi pembelajaran yang memerdekakan, menekankan pada
penggunaan pengetahuan secara bermakna dan proses pembelajaran lebih banyak
diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan siswa. Aktivitas belajar
lebih menekankan pada ketrampilan berfikir kritis, analisis, membandingkan,
generalisasi, memprediksi, dan menyusun hipotesis. Pelaksanaan evaluasi
dalam pembelajaran yang memerdekakan menekankan pada proses penyusunan makna
secara aktif yang melibatkan ketrampilan terintegrasi dengan menggunakan
masalah dalam konteks nyata. Evaluasi menggali munculnya berfikir
divergen, pemecahan masalah secara ganda atau tidak menuntut satu jawaban benar
karena pada kenyataannya tidak ada jawaban siswa yang salah, yang ada adalah
pertanyaan pendidik yang salah. Evaluasi merupakan bagian utuh dari
belajar dengan cara memberikan tugas yang menuntut aktivitas belajar yang
bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata, artinya
evaluasi lebih menekankan pada ketrampilan proses dalam kelompok.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar