Jumat, 02 April 2021

Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme ( Materi IPS Kelas VIII )

 



Gambar bentuk perlawanan Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

Sumber: www.tugassekolah.com

            Secara umum, perlawanan terhadap bangsa Barat di Kepulauan Indonesia dapat dibedakan berdasarkan waktu dan aktornya. Dalam konteks waktu, perlawanan itu dapat dikelompokkan dalam dua periode besar. Pertama, perlawanan terhadap pedagang serakah yang berpolitik yang terjadi sepanjang abad ke-16 sampai akhir abad ke-18. Kedua, perlawanan terhadap pemerintahan Hindia Belanda sejak abad ke-19. Dalam konteks aktor, perlawanan dapat dibedakan antara perlawanan oleh pemerintah atau elite lokal dan perlawanan oleh masyarakat atau rakyat, termasuk didalamnya perlawanan yang dilakukan oleh para migran seperti komunis Cina.

Terdapat perbedaan motif, bentuk gerakan dan ideologi pada  masing-masing perlawanan, baik yang dilakukan oleh kerajaan, elite lokal maupun oleh rakyat. Satu hal yang pasti, perlawanan itu berlangsung seiring dengan perluasan kolonialisme dan imperialisme Barat di berbagai wilayah di Kepulauan Nusantara.Beberapa perlawanan bersifat sangat lokal dan bahkan individual atau kelompok kecil dan hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Sedangkan perlawanan lain bersifat massal, mencakup wilayah yang luas, persenjataan serta strategi perang yang canggih dan waktu yang lama. Hanya kurang lebih satu tahun setelah kedatangan Portugis di Melaka, perlawanan terhadap kehadiran bangsa Barat segera muncul baik karena alasan persaingan ekonomi dan politik maupun reaksi terhadap tekanan yang dilakukan Portugis.

Berikut berbagai perlawanan dalam melawan kolonialisme dan imperalisme

a.         Perang melawan hegemoni dan keserakahan kongsi dagang

Tujuan pendirian VOC ialah menghilangkan persaingan antara sesama pedagang Belanda, menyatukan pedagang Belanda, dan mencari keuntungan besar. VOC juga diberikan hak istimewa seperti hak monopoli, membuat mata uang, perjanjian, dan mempunyai militer sendiri, dengan semua keistimewaan VOC melakukan tindakaan sewenang-wenang hal tersebut membuat rakyat Indonesia tidak senang dan melakukan perlawanan terhadap VOC diberbagai wilayah di Indonesia.

1)         Perlawanan rakyat Aceh

            


            Gambar perlawanan rakyat aceh

            Sumber: lautanteduh2.blogspot.com

Sejak Portugis berhasil menduduki Malaka pada tahun 1511, kerajaan Aceh merupakan saingannya yang terberat dalam perdagangannya. Sebab banyak pedagang Asia yang memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh. Pelabuhan Aceh bertambah ramai. Aceh merupakan ancaman bagi kedudukan Portugis di Malaka yang sewaktu-waktu Aceh dapat menyerbu Malaka.

Persaingan dagang antara Portugis dengan kerajaan Islam Aceh semakin lama semakin meruncing. Kemudian, meningkat menjadi permusuhan. Bila armada Portugis berjumpa dengan patroli-patroli angkatan laut Aceh, terjadilah pertempuran di laut.

Pertempuran semacam itu tidak hanya terjadi di selat Malaka, tetapi juga di lautan internasional, antara lain di Laut Merah. Cara menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil langkah-langkah, sebagai berikut.

a)         Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan perlengkapan meriam.

b)         Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki itu diperoleh pada tahun 1567.

c)         Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India).

Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh, sebagai berikut.

a)         Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.

b)         Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

Namun, ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana sebab Portugis tidak memiliki armada yang cukup untuk mengawasi selat Malaka. Ternyata bukan Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi sebaliknya kapal-kapal Aceh itulah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di selat Malaka.

Permusuhan antara Aceh dengan Portugis berlangsung terus-menerus. Kedua pihak saling berusaha untuk menghancurkan, tetapi sama-sama tidak berhasil. Sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC (Belanda) pada tahun 1641.Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak berhasil karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu memersulit orang-orang Barat untuk berdagang di wilayahnya.

Ketika itu, Inggris dan Belanda minta izin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi izin kepada salah satu di antara keduanya dengan syarat izin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan Aceh.Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, para pedagang Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itu pun tidak berhasil karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.

2)         Perlawanan rakyat Maluku

Portugis sering kali memenangkan peperangan dengan rakyat Maluku. Hal tersebut membuat Portugis menjadi semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu, untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dengan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakni perjanjian Saragosa, pada tahun 1534. Dengan adanya perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaankerajaan yang ada di Maluku. Pada tahun 1565, muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun.

Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis. Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo yang ternyata semua ini hanya tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Apa yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal peri kemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi, Portugis telah merusak sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.

Serangan rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya, pada periode tahun 1635–1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650, perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara itu, perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun, berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.

3)         Perlawanan rakyat Mataram

            


            Gambar perlawanan rakyat mataram

            Sumber: pendidikan60detik.blogspot.com

Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613–1645). Daerah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Pulau Jawa. Hanya Jawa Barat yang belum masuk wilayah Mataram. Pada mulanya hubungan antara Mataram dengan VOC berjalan baik. Dibuktikan dengan diperbolehkan VOC mendirikan kantor dagangnya di wilayah Mataram tanpa membayar pajak. Namun, akhirnya VOC menunjukkan sikap yang tidak baik, ingin memonopoli perdagangan di Jepara. Tuntutan VOC tersebut ditolak oleh bupati Kendal bernama Baurekso, yang bertanggung jawab atas wilayah Jepara.

Namun penolakan itu tidak menyurutkan keinginan VOC. VOC tetap melaksanakan monopoli perdagangannya. Hal ini membangkitkan kemarahan rakyat Mataram, kantor VOC diserang. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membalasnya dengan memerintahkan pasukannya untuk menembaki daerah Jepara. Menyikapi peristiwa tersebut, Sultan Agung bertekad menyerang kota Batavia. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC di kota Batavia dilakukan sebanyak dua kali.

a)         Serangan pertama

Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pertengahan bulan Agustus 1628, secara tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan kota Batavia. Mereka segera menyerang benteng VOC. Panglima-panglima Sultan Agung antara lain Tumenggung Baurekso, Tumenggung Sura Agul-agul, Kyai Dipati Manduro-Rejo, dan Kyai Dipati Uposonto.

Pada perlawanan tersebut, Tumenggung Baurekso gugur beserta putranya. Pasukan Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan membendung Sungai Ciliwung, (seperti waktu penyerangan di Surabaya). Namun penyerangan kali ini mengalami kegagalan. Akhirnya pasukan Sultan Agung terpaksa mengundurkan diri. Meskipun gagal, tetapi tidak membuat patah semangat Sultan Agung dan pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya. Kemudian disusunlah strategi baru untuk persiapan serangan kedua.

b)         Serangan kedua

Serangan kedua ini berhasil menghancurkan benteng Hollandia dan menewaskan J.P. Coen sewaktu mempertahankan benteng Meester Cornellis. Karena banyak pasukan yang tewas, daerah itu dinamakan Rawa Bangke. Rupanya, VOC dapat mengetahui tempat lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian lumbung-lumbung dibakar. Akhirnya serangan kedua ini juga mengalami kegagalan.

Kedua serangan yang gagal ini tidak membuat Sultan Agung putus asa. Beliau telah memikirkan untuk serangan selanjutnya. Tetapi sebelum rencananya terwujud, Sultan Agung mangkat (1645). Penyebab kegagalan yang menyebabkan kekalahan itu, antara lain sebagai berikut.

a)         Terlalu lelah karena jarak Mataram (sekarang, Yogyakarta) Batavia (sekarang, Jakarta) sangat jauh.

b)         Kekurangan persediaan makanan (kelaparan).

c)         Kalah dalam persenjataan.

d)         Banyak yang meninggal akibat penyakit malaria.

4)         Perlawanan rakyat Banten

            Dilakukan sejak tahun 1619 oleh kerajaan Banten saat VOC berusaha hendak merebut bandar pelabuhan Merak yang membuat orang Banten sangat marah dan menaruh dendam terhadap VOC. Apalagi VOC telah dengan sewenangwenang merebut Jayakarta yang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Banten dan berusaha memblokade pelabuhan dengan kerajaan Banten. Guna menghadapi bahaya dan ancaman kerajaan Mataram, VOC berusaha mendekati kerajaan Banten. Namun, Banten sudah terlanjur menaruh dendam terhadap Belanda. Pada bulan Desember 1627 orang-orang Banten merencanakan pembunuhan terhadap J.P. Coen. Namun, rencana itu bocor dan telah diketahui musuh. Tahun 1633, ketika VOC bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang Banten yang berlayar dan berdagang di kepulauan Maluku, pecah lagi peperangan antara Banten dengan VOC. Hubungan antara kerajaan Banten dengan VOC lebih gawat lagi ketika kerajaan itu diperintah oleh Sultan Abdulfatah atau yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1650–1682). Hal ini dibuktikan dengan peperanganpeperangan yang dilakukannya melawan VOC atau kompeni Belanda, baik di darat maupun di laut. Di daerah-daerah perbatasan antara Batavia dengan kerajaan Banten, seperti di daerah Angke, Pesing, dan Tangerang sering terjadi pertempuran-pertempuran yang membawa korban kedua belah pihak.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar